Monday, January 18, 2010

The Enemy (UK) : Sekilas Meneropong Idola Working Class People Coventry



Bicara soal musik, tak jarang akan bicara soal Inggris (United Kingdom), sebuah serikat empat kerajaan di dua pulau yang terletak tepat diatas Eropa Daratan. Inggris telah mendapat pengakuan dunia luas sebagai kota dari kelahiran musik Rock, British Invasion yang setidaknya sudah dua kali menyerbu dunia telah membuat Inggris menjadi sebuah negara yang tersohor akan musik Rocknya. dari The Beatles dan Rolling Stones, Sex Pistols dan The Clash, Led Zeppelin dan Black Sabbath, The Smiths dan The Stone Roses, Pulp dan Suede, Blur dan Oasis, hingga The Libertines dan Arctic Monkeys, Inggris selalu memberikan berbagai warna musik Rock yang mendunia di zamannya.

Di Inggris, musik bukan sekedar musik belaka, warna-warni kehidupan sosial kultural di negeri ini turut memberi sentuhan pada musik. Aspek geografis dan kelas sosial merupakan salah satu hal yang mempengaruhi musik di negeri ini, aspek yang satu ini memang sangat melekat di masyarakat Inggris dalam berbagai bidang seperti musik dan sepakbola. bagian utara dari Inggris merupakan kota dengan penduduk mayoritas dari kelas pekerja (working class), sedangkan di selatan penduduk mayoritas merupakan orang-orang kelas menengah (middle class). Warna-warni kelas sosial seperti ini sangat menonjol pada perseteruan Oasis dan Blur di era 90-an. Dari latar belakang yang demikian, band-band di dua daerah itu pun tidak sedikit yang mewakili cap masyarakat setempatnya.

Kelas-kelas yang eksis di masyarakat Inggris yang menonjol dalam dunia musik Inggris hanyalah dua kelas masyarakat yang sebenarnya berperan sebagai pekerja. Awalnya, kelas sosial yang ada dalam sebuah masyarakat di barat hanyalah dua, yaitu kelas pekerja dan pemilik modal, namun seiring terlihat adanya kesenjangan diantara kelas pekerja sendiri antara pekerja upah rendah dan pekerja yang memiliki upah lebih tinggi yang umumnya berpendidikan tinggi dan menduduki posisi-posisi yang tinggi dalam perusahaan dan lebih dekat dengan pemilik modal secara struktural, maka hadirlah sebutan middle class untuk yang terakhir dijelaskan.

The Enemy, hadir ke belantika musik Inggris pada tahun 2007 dengan album "We'll Live And Die in These Towns" langsung merebut hati banyak pencinta musik di Inggris, terutama dari masyarakat Coventry yang merupakan kampung halaman yang dicintai oleh ketiga personil band ini. Coventry merupakan sebuah kota kecil di Inggris bagian utara, dan ya! terwakili dengan karakter working class dari The Enemy yang tampaknya bangga dengan itu. Tom, Liam, dan Andy merupakan pemuda yang besar di Coventry dan merupakan bagian dari fans klub sepakbola Coventry City yang adalah klub kebanggaan kota ini yang berkandang di Ricoh Arena, sebuah stadion yang tak jarang digunakan untuk konser The Enemy. Dalam beberapa penampilannya, personil The Enemy kadangkala menggunakan aksesoris Coventry City, ini terlihat jelas pada video klip terbaru mereka "Be Somebody" dari album kedua mereka "Music For The People". Selain itu, dalam lembaran cover album perdana mereka "We'll Live And Die in These Towns" pun The Enemy menampilkan foto-foto mereka di berbagai jalan di Coventry. Kedekatan-kedekatan fisik seperti itulah yang membuat The Enemy tampak dekat dengan kota dan masyarakat Coventry.

Lagu-lagu dari The Enemy mayoritas adalah cerita kehidupan masyarakat working class, atau malah lebih baik lagi adalah curhat mereka sebagai working class people. dalam liriknya, The Enemy banyak sekali menuturkan keluh kesah hingga kenikmatan menjadi seorang dari latar belakang kelas bawah, mengkritik kelas atas dan pemerintah, serta terkadang menikmati keadaan dengan lirik deskriptif yang sedikit seperti story-telling. Musik rock mereka terasa sentuhan punk ala The Clash dan band punk pada zamannya dengan berbagai improvisasi yang hebat pada bassline yang luar biasa klop dengan gitar dan drum yang seakan mengikuti. Logat kental Inggris utara yang medok dari Tom Clarke yang dibawakan dengan gaya bernyanyinya yang eksplosif menjadikan lirik dari lagu mereka semakin tajam. lagu-lagu dari dua albumnya tidak banyak berubah, tetap dengan aliran musik dan lirik yang sama, hanya saja di album kedua, musik The Enemy mulai bervariasi dengan instrumen-instrumennya.

Sayang, beberapa lagu The Enemy pernah di kritik sebagai plagiat. Namun, hal ini tidak begitu saja menghapus kegemilangan karya-karya band dari Coventry ini. The Enemy tetap memiliki karya-karya segar yang menghilangkan dahaga penikmat musik akan band dengan lirik yang bersentuhan dengan kehidupan sosial dan kehangatan dengan masyarakat lokal dan kelas bawah yang di Inggris akrab disebut working class.


Chandraditya Kusuma



Tweet This

2 comments on "The Enemy (UK) : Sekilas Meneropong Idola Working Class People Coventry"

wicaksono said...

wih chandra on fire

Chandraditya Kusuma on January 22, 2010 at 10:12 AM said...

thankyou

Post a Comment