Wednesday, May 12, 2010

Alice in Chains




Pada bulan Agustus tahun 1990 di Seattle, sebuah band yang di asosiasikan dengan pergerekan Grunge yang bernama Alice in Chains memulai debut mainstream-nya dengan album “Facelift” yang berisikan lagu-lagu andalan seperti “Man in the Box”, “We Die Young”, “Sea of Sorrow”, dan “Love, Hate, Love”, tetapi lagu-lagu tersebut tidak terkenal dengan cara yang mudah, mereka berjuang keras untuk mencapai kesuksesan album itu dan untuk karir mereka seterusnya. Mereka bukanlah band instant seperti band jaman sekarang yang hanya membuat satu lagu yang “enak didengar” kemudian hanya untuk beberapa bulan mencicipi kesuksesan yang tidak berarti. Alice in Chains berjuang keras pada awal perilisan Facelift yang telah mencapai enam bulan rilis tetapi hanya terjual kurang dari 40.000 kopi, namun pada akhirnya mereka mendapat bantuan besar dari Mtv yang memutar video klip “Man in the Box” secara rutin, yang membuahkan hasil terjualnya album tersebut hingga 400.000 kopi lagi dan mendapat kritik positif dari Allmusic yang menyebut album itu adalah “salah satu album penting dalam sejarah musik Grunge dan Rock alternatif”. Sampai Layne Staley mati pada 2002 karena overdosis heroin dan hal itu membuat mereka bubar untuk sementara, mereka telah mengeluarkan tiga album yaitu “Facelift (1990)”, “Dirt (1992)”, dan “Alice in Chains (1995)”, dan mereka memiliki satu EP yang sangat menggemparkan yaitu “Jar of Flies (1994)” karena bisa mencapai nomer satu di Billboards 200 charts (untuk keterangan, bisa melihat review saya beberapa waktu yang lalu). Pada 2005 Jerry Cantrell, Mike Inez, dan Sean Kinney bergabung kembali untuk melakukan penampilannya lagi dengan beberapa artis pendukung, yang akhirnya mempertemukan mereka dengan William DuVall yang dijadikan pengganti Layne Staley, saya pernah berkomentar akan hal ini pada review saya terdahulu bahwa, ketika Layne Staley mati band ini pun ikut dengannya. Jadi menurut saya Alice in Chains yang sekarang tidak begitu menarik.

Awal mula bersatunya band ini adalah pada saat bubarnya band Layne Staley “Sleeze” pada tahun 1986, lalu dia membuat sebuah band Speed Metal yang meng-cover lagu-lagu “Slayer” dan “Armored Saint” yaitu “Alice N’ Chainz”. Seiringan dengan waktu akhirnya dia bertemu dengan seorang gitaris handal yang bernama Jerry Cantrell dan berteman dengannya. Beberapa waktu setelah itu Alice N’ Chainz bubar tetapi hal itu tidak membuat Staley berhenti bermusik, dia malah bergabung dengan sebuah band funk yang pada saat itu juga membutuhkan seorang gitaris, dia mengajak Jerry Cantrell. Cantrell setuju dengan syarat, Staley mau bergabung dengan band-nya “Diamond Lie“, di band itu dia bertemu Sean Kinney dan Mike Starr (pada masa album Dirt, dia digantikan oleh mantan bassist Ozzy Osbourne, Mike Inez). Ketika band funk itu bubar (Sebenarnya saya bertanya-tanya, kenapa semua band-nya Layne Staley bubar?), Layne menjadi personil inti Diamond Lie dan mereka mengubah namanya menjadi Alice in Chains.

Pertama saya mengetahui band ini adalah ketika saya sedang tergila-gila dengan Nirvana dan mencoba untuk mencari band lainnya yang diberi predikat Grunge. Lalu saya menemukan Alice in Chains dan saya sangat tertarik karena sejarah mereka yang agak kacau, contohnya adalah pada satu hari sebelum rekaman untuk demo mereka, terjadi penggerebekan di studio tempat mereka akan rekaman kerena menjadi tempat pembakaran marijuana terbesar di Seattle. Kemudian masalah Layne Staley dengan heroin yang membuat lirik dari lagu-lagu mereka begitu gelap dan suram. Tetapi tidak hanya karena hal negatif itu yang membuat saya bisa menikmati Alice in Chains, mereka memiliki ciri khas bermusik yang sangat unik. Band ini telah menggabungkan musik Metal dengan unsur akustik dan sedikit sentuhan Punk yang dapat membuat musik mereka keras namun tetap terdengar melodius, yang juga didukung penggabungan vokal antara Layne Staley dan Jerry Cantrell.

Tertarik?

-Raditya Iskandar



Tweet This

0 comments on "Alice in Chains"

Post a Comment